![]() |
Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia |
Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional merupakan sebuah momentum yang bukan hanya sekadar upacara atau seremonial belaka, tetapi juga ajakan untuk merenungi jejak sejarah dan menyalakan kembali semangat perjuangan para santri bagi negeri ini.
Tahun 2025, Kementerian Agama RI mengangkat tema “Mengawal Indonesia Merdeka
Menuju Peradaban Dunia”, sebuah kalimat yang sarat makna dan menjadi
jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan bangsa.
Jejak Sejarah yang Tak Pernah Padam
Hari Santri tak bisa dilepaskan dari peristiwa besar yang
mengguncang jiwa bangsa pada 22 Oktober 1945. Di tengah ancaman
kembalinya pasukan sekutu, pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh KH Hasyim
Asy’ari, mengeluarkan Resolusi Jihad yang merupakan sebuah seruan suci yang
menegaskan bahwa membela tanah air dari penjajahan adalah kewajiban setiap umat
Islam.
Fatwa itu menjadi api penyulut semangat perjuangan rakyat
dan santri. Mereka berduyun-duyun angkat senjata, mempertahankan kemerdekaan
dengan keyakinan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman (Hubbul
Wathan Minal Iman). Dari semangat inilah kemudian lahir pertempuran besar 10
November 1945 di Surabaya, yang menegaskan bahwa kemerdekaan bukanlah
hadiah, melainkan hasil pengorbanan dan keberanian.
Tiga Pelajaran dari Api Perjuangan Santri
Perjalanan panjang para santri menyimpan banyak hikmah yang
tetap relevan hingga kini.
Menatap Dunia Pendidikan dengan Semangat Santri
Peringatan Hari Santri 2025 menjadi momentum bagi dunia
pendidikan untuk menyalakan kembali semangat kebangsaan dan keilmuan.
Pertama, pendidikan karakter kebangsaan harus
diperkuat. Nilai-nilai Resolusi Jihad dapat dijadikan inspirasi dalam
pembelajaran sejarah, menanamkan pemahaman bahwa keberagamaan tidak memisahkan,
melainkan mempersatukan.
Kedua, pesantren perlu bergerak ke arah kompetensi
global. Santri masa kini bukan hanya ahli tafsir atau fiqih, tetapi juga
harus menguasai teknologi, bahasa, dan inovasi digital. Santri abad ke-21
adalah “generasi digital berakhlak,” yang mampu berdiri tegak di antara
perubahan zaman tanpa kehilangan identitas.
Ketiga, santri harus menjadi agen moderasi beragama.
Di tengah dunia yang mudah terpecah oleh perbedaan, santri diharapkan tampil
sebagai duta perdamaian, pembawa pesan toleransi, dan penjaga harmoni. Semangat
Bhinneka Tunggal Ika yang dulu diperjuangkan, kini harus dijaga di ruang
kelas, ruang digital, dan ruang sosial.
Santri untuk Indonesia, Indonesia untuk Dunia
Hari Santri 2025 mengingatkan kita bahwa masa depan
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perjuangan dan peran para santri. Mereka
adalah penjaga nilai, pelanjut cita-cita, dan pengawal moral bangsa.
Ketika santri berilmu, berakhlak, dan berwawasan global,
maka cita-cita untuk membawa Indonesia menjadi bagian dari peradaban dunia
bukanlah mimpi melainkan keniscayaan.
Dari pesantren yang sederhana, lahirlah pemimpin yang membangun. Dari lantunan doa di tengah malam, tumbuhlah peradaban yang berakar pada nilai kemanusiaan. Dari semangat Hari Santri, kita belajar bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi bebas untuk terus belajar, berjuang, dan menebar manfaat bagi dunia.
0 komentar:
Post a Comment