![]() |
| Ilustrasi suasana kelas hangat di sekolah dasar (Sumber: Whisk) |
Sekolah bukan hanya tempat murid belajar, tetapi juga ruang tumbuh bersama antara guru, siswa, dan orang tua. Di sinilah komunitas belajar memainkan peran penting dalam menumbuhkan pola pikir bertumbuh (PPB) yang menjadi fondasi keberhasilan pendidikan jangka panjang.
Membangun komunitas belajar berarti membangun hubungan yang saling percaya dan saling mendukung di antara semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan — guru, siswa, orang tua, dan sesama guru. Hubungan ini menjadi fondasi utama bagi berkembangnya pola pikir bertumbuh, seperti yang dijelaskan oleh Brock dan Hundley (2016) dalam buku The Growth Mindset Coach. Ada lima dimensi penting yang membentuk komunitas belajar berbasis PPB di dalam kelas:
- Guru
percaya pada kemampuan muridnya. Murid akan berani mencoba jika merasa gurunya yakin mereka bisa
belajar, bahkan saat menghadapi kesulitan.
- Murid
menghormati dan menyukai gurunya. Hubungan positif membuka ruang bagi komunikasi dua arah yang
sehat, di mana murid tidak takut gagal.
- Murid mau
meminta masukan dari guru.
Masukan dipandang sebagai peluang untuk berkembang, bukan sebagai bentuk
penilaian negatif.
- Murid
menyadari bahwa nilai akademik bukan segalanya. Mereka belajar untuk memperbaiki diri,
bukan hanya mengejar angka.
- Murid
merasa aman bersama gurunya. Rasa aman menciptakan ruang bagi keberanian, kejujuran, dan
eksplorasi ide-ide baru.
Dalam membangun komunitas semacam ini, guru perlu menerapkan Aturan
Emas dalam mengajar: “Perlakukan murid sebagaimana Anda ingin
diperlakukan.” Dengan prinsip ini,
hubungan antara guru dan murid menjadi lebih manusiawi. Tidak ada lagi guru
yang merasa paling benar atau berkuasa. Bila guru melakukan kesalahan, ia tidak
malu untuk mengakui dan memperbaikinya justru inilah wujud nyata dari pola
pikir bertumbuh.
Selain hubungan guru dan murid, kolaborasi antara guru dan orang tua juga menjadi kunci keberhasilan. Guru dengan pola pikir tetap (PPT) mungkin berpikir bahwa orang tua tidak peduli dengan pendidikan anaknya. Namun guru dengan PPB akan melihat sebaliknya: bahwa setiap orang tua memiliki potensi besar untuk terlibat, hanya perlu dibukakan pintunya.
Guru dengan PPB akan mencari berbagai cara agar komunikasi dengan orang tua tetap hidup dan produktif. Salah satunya melalui media sosial dan grup komunikasi daring yang memungkinkan guru dan orang tua saling berbagi kabar perkembangan anak tanpa terkendala waktu dan jarak. Dengan demikian, sinergi antara sekolah dan rumah benar-benar dapat terjadi.
Membangun komunitas belajar bukan pekerjaan sehari jadi, melainkan perjalanan panjang yang penuh kesabaran dan konsistensi. Ketika guru, murid, dan orang tua bersatu dalam semangat belajar yang sama, sekolah tidak hanya mencetak nilai akademik, tetapi juga karakter dan harapan. Di situlah pola pikir bertumbuh benar-benar hidup — bukan hanya dalam teori, tetapi dalam tindakan nyata di ruang kelas setiap hari.

0 komentar:
Post a Comment